Anda kenal dengan Leonardo Jardim? Ya, dia adalah pelatih sepakbola di klub AS Monaco, Liga Perancis. Apa yang istimewa? Coba lihat ke papan klasemen Liga Perancis saat ini. Siapa pemuncaknya? Ya, AS Monaco. Menggusur dominasi PSG dalam beberapa tahun terakhir. Lalu siapa wakil Perancis yang masih tersisa di Liga Champions Eropa? Ya, AS Monaco, lolos ke perempat final setelah mengalahkan Manchester City.
Masih ada lagi, siapa tim yang mencetak gol paling banyak saat ini? Barcelona? Real Madrid? Hahahaha. Benar sekali. Barcelona dan Real Madrid adalah salah dua tim dengan jumlah gol terbanyak saat ini. Tapi, AS Monaco sungguh tak kalah dengan dua tim tersebut karena sampai dengan 14 Maret 2017 (sumber: Tabloid BOLA) AS Monaco mampu menciptakan 84 gol. Asal tahu saja, Barcelona mencetak 77 gol sedangkan Real Madrid 69 gol. Jadi, siapa yang terbanyak? AS Monaco. Liverpool? (Hahahaha). Ada kok di peringkat 7. Lumayan lah, itu yang terbanyak di Liga Inggris.
Hal lainnya? Saat ini AS Monaco dijuluki sebagai one of The Most Exciting Young Teams in Europe oleh Pep Guardiola. Artinya, banyak punggawa AS Monaco masih berusia muda saat ini. Bagaimana bisa Leonardo Jardim mencatatkan prestasi mengkilap dengan mengandalkan pemain muda?
Beberapa hal di atas saya paparkan hanya untuk meyakinkan Anda bahwa prestasi yang ditorehkan oleh Leonardo Jardim patut mendapatkan apresiasi. Berikutnya saya ingin menceritakan secara singkat bagaimana dia bisa mengangkat prestasi klubnya.
Ekologi di Lapangan Sepakbola
Leonardo Jardim disebut-sebut sebagai The Special Two. Hah? Ya.. The Special One sudah jadi milik Jose Mourinho, kan? Sebagai versi kedua dari Jose Mourinho, filosofi Jardim dalam membangun tim juga berbeda. Kalau Mourinho lebih sukses karena mengandalkan pemain bintang, Jardim adalah kebalikannya. Jardim mampu berprestasi gemilang dengan mengorbitkan nama-nama seperti Rui Patricio dan William Carvalho. Di AS Monaco, dia berhasil memaksimalkan Bernardo Silva (22 tahun), Thomas Lemar (21 tahun) dan Mbappe Lottin (18 tahun). Meski begitu, kesuksesannya saat ini juga didukung oleh mengkilapnya pemain senior yang sempat meredup, yaitu Radamel Falcao. Sebelumnya, dia berhasil mengorbitkan Anthony Martial, Yannick Carrasco, dan Kondogbia.
Jardim menganut filosofi bernama metode ekologi. Apakah itu? Lapangan sepakbola adalah sebuah sistem ekologi bagi pemain sepakbola. Untuk membuat ekosistem tersebut berguna dan berlangsung baik, maka perlu menyelaraskan semua anggota ekosistem. Pemain sepakbola harus berlatih secara terintegrasi dengan bola dan lapangan dengan porsi yang tepat. Meskipun itu adalah latihan fisik. Porsi latihan disesuaikan berdasarkan kebutuhan di lapangan. Seorang pemain bek tengah hanya perlu berlari cepat sejauh 10-15 meter. Hal berbeda untuk pemain tengah dan pemain depan. Semua itu harus terintegrasi dengan lapangan dan bola sebagai kesatuan dari ekosistem. Jardim selalu mencontohkan bahwa seorang pemain piano tidak akan bisa berlatih tanpa piano. Begitu juga seorang pemain sepakbola tidak akan bisa berlatih dengan baik tanpa bola.
Dalam menerapkan metode ini, kepemimpinan menjadi sangat penting. Sebagai sebuah tim, hal terpenting yang harus dilakukan adalah mengeluarkan kualitas terbaik dari setiap pemain. Seorang pemimpin harus mampu mendengarkan dari para pemain dan berbicara kepada mereka dengan cara terbaik yang dapat dipahami sehingga terjadi saling pengertian. Pendekatan yang efektif untuk seorang pemain, bisa saja tidak berhasil bagi pemain yang lain. Oleh karena itu, seorang pelatih sebagai pemimpin harus mampu mengenali pemainnya dengan baik. (Bagian ini ternyata bisa dipahami dengan bermain game Football Manager-hehehe). Jika sinergi dan keselarasan sudah tercipta, maka akan mudah untuk mengeluarkan kualitas terbaik dari potensi yang dimiliki seluruh pemain. Dampaknya, tim diharapkan mampu menciptakan prestasi.
Untuk mengakhiri bagian ini, ada sebuah analogi yang disampaikan oleh Jardim. Hal ini sebagaimana ketika Anda ingin mengubah kandungan pH di sebuah sungai. Anda bisa membunuh semua ekosistem. Ikan-ikan akan pergi dan ganggangpun mati. Anda harus memperhatikan bagaimana ekosistem di sana agar tujuan Anda tercapai tanpa merusak anggota ekosistem yang lain.
Ekologi di Kampus
Bagian ini bisa dikatakan sebagai pemikiran, boleh juga sebagai kritik. Saya sedikit usil berpikir bagaimana jika metode ekologi dari Leonardo jardim diterapkan di kampus. Artinya, apakah setiap kampus harus punya lapangan sepakbola? Hahahaha. Bisa juga kalau ingin sepakbola Indonesia maju. Tapi, bukan itu. Idenya adalah mengembangkan kampus dengan memaksimalkan potensi dari semua anggota ekosistem. Sebetulnya kalau boleh jujur, saya belum layak menulis yang begini. Tapi, ini kan usil-usilan saja karena membaca artikel Leonardo Jardim. Bolehlah.. bolehlah…
Di dalam menerjemahkan metode Jardim dari lapangan ke kampus, tidaklah sulit. Hanya saja, ekosistem di kampus menjadi lebih kompleks. Di kampus ada dosen, mahasiswa, karyawan, sarana dan prasarana dan lain-lain. Karena saya seorang dosen, saya menyoroti dari sisi dosen saja. (Ya, bagi yang belum tahu kalau saya sekarang menjadi dosen). Itupun secara umum saja tanpa mendetilkannya.
Seorang pemimpin di kampus haruslah mampu mendengarkan, melihat dan memahami apa potensi yang dimiliki dosen. Harapannya, dengan memahami potensi dosen, maka akan dapat memaksimalkan peran dan kualitas dosen tersebut. Sebagai contoh, dosen yang memang punya banyak potensi sebagai birokrat, poles jadi birokrat yang handal. Bagi dosen yang produktif dalam penelitian dan publikasi, fasilitasi untuk bisa publikasi sebanyak mungkin dengan kualitas yang baik. Bukankah keduanya akan bermuara pada hal yang sama, yaitu kualitas institusi. Meskipun tidak bisa meninggalkan hal satu dengan yang lainnya karena adanya kewajiban tridharma perguruan tinggi, minimal berikan sesuai porsinya. Seorang dosen berbeda dengan dosen lainnya dalam hal potensi.
Contoh lainnya adalah menempatkan seorang dosen pada sesuatu yang menjadi keahliannya. Seorang dosen bidang energi, tentu jangan dipaksakan mengajar di prodi manufaktur atau komputer. Mentang-mentang mereka dosen baru dan pemula. (Maaf, bagian ini adalah curhatan..). Itu adalah siksaan, eh maaf ujian kesabaran, bisa juga ajang pembelajaran (tetap positif). Ada contoh yang baik di sebuah kampus. Mereka adalah kampus baru. Tentunya banyak dosen baru yang masih muda. Pada saat rencana pembukaan prodi baru, pimpinan menanyakan kepada dosen-dosen (yang meskipun masih muda) prodi apa yang sebaiknya diajukan. Akhirnya, dengan mempertimbangkan anggota ekosistem dan potensinya, disepakatilah prodi baru yang sesuai dengan kebutuhan pasar (duh, kapitalis) dan potensi dosen-dosen yang ada. Dengan begitu, semua akan mencapai kualitas sesuai potensi yang dimiliki.
Contoh berikutnya tidak jadi saya tuliskan karena lebih banyak curhat. Lha iya, seperti kalau pemimpin selayaknya tahu dosennya punya gaji yang menyejahterakan atau tidak, tut tut tut, bla bla bla, dll. Hahaha, tidak usah ditulis. Curhatan itu biar saya bawa nanti malam.
Kesimpulannya?
Intinya saya berpendapat hal yang sama dengan Leonardo Jardim bahwa untuk memajukan tim, maka harus memajukan ekosistem, bukan demi individu atau kepentingan pribadi. Tim akan mencapai level yang tinggi bila setiap pemainnya mampu mencapai kualitas sesuai dengan potensinya selaras dengan lingkungannya. Mungkin saja kesepahaman ini terjadi karena latar belakang Leonardo Jardim adalah seorang sarjana Fisika, sama dengan saya. Meskipun saya ada tekniknya (Teknik Fisika) dan dia tidak ada ‘a’-nya (Pendidikan Fisik) hahaha. Dan rambutnya itu lho… Kok mirip saya juga.. Hehehehe
Ditulis di Grhatama Pustaka Yogyakarta
Kamis, 16 Maret 2017
Referensi:
Tabloid BOLA edisi 2750. 14 Maret 2017
UEFA.com
http://www.asmonaco.com/en/article/listening-in-with-leonardo-jardim-8114.html
http://www.fourfourtwo.com/performance/training/leonardo-jardims-management-masterclass
The Telegraph
Gambar-gambar diambil dari internet:
goal.com
fourfourtwo.com
zerozero.pt
Reuters